Kamis, 03 Juni 2010

Memilih Komposisi yang Tepat dalam Kabinet

Presiden terpilih telah ditetapkan dan mulai menyusun kabinet untuk lima tahun mendatang. Berbagai pertimbangan dilakukan guna memperoleh susunan kabinet terbaik, untuk menunjang pemerintahan yang lebih baik. Hal itulah yang menjadi momok ketika parpol pendukung meminta jatah menteri dalam kabinet. Keadaan dilematis dihadapi oleh SBY sebagai presiden terpilih untuk lima tahun mendatang.

Pada dasarnya perolehan suara SBY dalam pilpres lalu memang bukan mutlak dukungan parpol. Pasalnya, dukungan parpol tidak terlalu signifikan mempengaruhi SBY dalam mendulang suara. Hal itu terbukti dari pemilihan legislative yang lalu, dimana democrat sebagai partai pendukung SBY tetap perkasa dengan suara yang cukup besar. Dalam pilpres pun terbukti bahwa raihan suara dari democrat sepenuhnya disebabkan oleh peran SBY, bukan dukungan partai. Meski demikian, tetap ada dilemma yang menyelimuti presiden terpilih dalam menyusun kabinetnya.

Kemelut dalam pemilihan cabinet bukan merupakan hal yang aneh. Dengan konsep demokrasi yang ada saat ini, memang memungkinkan untuk berbagi kursi dalam pemerintahan. Keadaan itu menjadi bahaya apabila pembagian kursi menteri tidak memperhatikan kualitas dan profesionalitas dalam mengemban amanah rakyat. Hal itulah yang perlu dihindari dan disikapi secara bijak agar tidak menyebabkan instabilitas politik dalam negeri.

Menghindari munculnya utang politik dalam kursi cabinet, bukan perkara mudah. Kendati dukungan parpol dalam mendulang suara tidak terlalu signifikan, tetapi wakil parpol sangat berpengaruh di DPR (legislative). Artinya, parpol bisa menjadi batu sandungan bagi pemerintah dalam menjalankan tugasnya apabila tidak ada persetujuan dari wakil rakyat diparlemen (yang dikuasi oleh parpol). Untuk itu, dalam menyusun cabinet mendatang presiden terpilih (SBY) harus mampu memasukkan komposisi yang tepat dalam cabinet, agar pemerintahannya kuat secara eksekutif dan legislative. 

Dalam mengatasi kondisi tersebut, menghindari utang politik dalam kursi cabinet bukan merupakan langkah yang bijak. Namun, yang perlu dilakukan dalam penyusunan cabinet mendatang. Pertama, presiden terpilih harus mendata calon menteri yang akan masuk dalam kabinetnya. Cara ini digunakan untuk melakukan seleksi tahap awal dengan melihat track record dari calon menteri yang bersangkutan. Kedua, dalam memilih menteri faktor profesionalitas tetap harus dijunjung tinggi. Hal ini bertujuan menciptakan cabinet terbaik dalam pemerintahan. Proses ini dapat memasukkaan wakil parpol dengan tetap mengacu pada kualitas dan profesionalitas. Kendati dari parpol memungkinkan ada wakilnya yang benar-benar berkualitas.

Ketiga, membuat kontrak politik dengan parpol dan wakilnya dalam pemerintahan. Tujuannya, untuk mengikat parpol dan wakilnya agar tetap mendahulukan kepentingan negera dari pada kepentingan kelompoknya. Proses semacam ini bisa menjadi saringan agar pembentukan cabinet di masa mendatang benar-benar memiliki dampak yang signifikan bagi kemajuan bangsa.

Dengan menciptakan komposisi yang tepat dalam cabinet dapat menunjang pemerintahan yang kuat dan berkualitas. Sebab kekuatan sebuah pemerintahan sangat menentukan keberhasilannya dalam membangun bangsa. Untuk itu, konsep diversifikasi menteri bisa menjadi alternative ditengah kegalauan terhadap utang politik dalam kursi kabinet. (*)

(*)dimuat di Seputar Indonesia edisi 5 September 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar